Suhrawardi Al-Maqtul. Filsafat Iluminasi

Filsafat Iluminasi Suhrawardi Al-Maqtul
Suhrawardi Al-Maqtul
Suhrawardi memilih judul (Hikmah Al-Isyraq) untuk menamai karya dalam bahasa Arabnya yang utama dan untuk membedakan pendekatan filosofisnya dari pendekatan karya kaum Peripatetik yang sudah sangat mapan pada masanya. Karya kaum Peripatetik ini didominasi oleh doktrin-doktrin Ibnu Sina, ilmuwan besar Islam dan guru besar masysya’i atau filsafat Peripatetik. Walaupun Suhrawardi menyatakan bahwa At-Talwihat misalnya, ditulis berdasarkan metode Peripatetik, ini dianggap sebagai karya lepas tentang filsafat Peripatetik. Akan tetapi, karya itu menunjukkan bahwa filsafat iluminasi memasukkan sesuatu yang tidak dan belum didefinisikan oleh ajaran Peripatetik yang telah diakui umum, yang sebagian diterima oleh Suhrawardi dan sebagian lainnya ditolak atau diperbaiki olehnya.

Dalam semua karyanya, Suhrawardi menggunakan istilah seperti kaidah iluminasionis (qa’idah isyraqiyyah), aturan iluminasionis (dhawabith isyraqiyyah), argumen dasar iluminasionis (daqiqah isyraqiyyah) dan frase semacam itu, untuk mengidentifikasi masalah khusus dalam bidang logika, epistemologi, fisika, dan metafisika—wilayah pemikiran yang direkonstruksi atau direformulasi dengan cara yang sangat inovatif. Istilah-istilah baru tersebut menunjukkan komponen esensial filsafat iluminasi dan inilah yang membedakan metodologi filsafat iluminasi dengan metodologi filsafat Peripatetik.

Suhrawardi menambahkan kata iluminasionis (isyraqi) sebagai adjektif-deskriptif bagi istilah-istilah teknis tertentu sebagai sarana untuk menandai atau memaknai pemakaian khusus istilah-istilah dalam sistemnya. Sebagai contoh, visi iluminasionis (musyahadah isyraqiyyah) menetapkan prioritas epistemologis atas cara mengetahui secara langsung yang dibedakan dari pemakaian lebih umum kata visi seperti yang diterapkan pada pengalaman mistik. Hubungan iluminasionis (idhafal isyraqiyyah) menetapkan hubungan non-predikatif antara subjek dan objek, dan merupakan istilah teknis baru yang menandai pandangan iluminasionis dalam hal landasan-landasan logis epistemologis. Pengetahuan iluminasionis melalui kehadiran (al-‘ulum al-hudhuri al-isyraqi) menandai keutamaan modus pemahaman yang ituistif, langsung, dan tanpa selang waktu, atas definisi esensialis yang secara temporal diperluas yang digunakan sebagai proposisi predikatif; dan pengetahuan itu juga membedakan pandangan iluminasionis dan pandangan Peripatetik tentang pengetahuan perolehan (al-‘ilm al-hushuli). Banyak istilah teknis lainnya yang serupa juga didefinisikan dan digunakan untuk pertama kali oleh Suhrawardi dalam pengertian filosofis iluminasionis untuk membedakan istilah-istilah itu dari istilah-istilah Peripatetik atau dari kosakata non-filosofis umum dalam teks-teks mistik dan teologis. Upaya Suhrawardi untuk mengaitkan makna-makna pilihan tertentu dengan ungkapan yang telah banyak dikenal dengan menambahkan pemberi sifat, dan untuk melontarkan istilah-istilah baru, merupakan ciri dasar rekonstruksi filsafatnya atas modus-modus pemikiran sebelumnya.

Yang terakhir, Suhrawardi memperkenalkan istilah kaum iluminasionis (al-isyraqiyyun), yang selanjutnya diadopsi oleh para komentator dan sejarawan, untuk melukiskan gambaran bagi para pemikir yang pandangan dan metode filsafatnya berbeda dengan kaum Peripatetik (al-masysya’uri). Oleh karena itu, jelas bagi kita bahwa filsuf muda mengharapkan agar karya-karyanya diakui telah mengupayakan sistem yang lain daripada karya-karya peripatetik pada masanya seperti yang terlihat nyata dalam bahasa, metode, dan makna. Semua komentator iluminasionis, seperti Syams Al-Din Al-Syahrazuri, Ibn Kammunah, dan Quthb Al-Din Syirazi—sepakat bahwa pandangan filsafat Suhrawardi berbeda tajam dengan mazhab Peripatetik. Akan tetapi, tradisi orientalis yang lebih tua menandaskan dengan tegas bahwa filsafat iluminasi pada dasarnya bukan hal baru. Mereka menilai bahwa catatan-catatan singkat dan pendek Ibnu Sina mengenai filsafat Timur (al-hikmah al-masyriqiyyah) sebenarnya telah mendahuluinya. Menurut pandangan tradisi orientalis ini, polemik Ibnu Sina atau pernyataan yang didorong motif politik tidak dimaksudkan untuk merekonstruksi filsafat Aristotelian secara sistematis, tetapi menunjang diterimanya filsafat Yunani secara lebih luas dengan memberikan sebutan-sebutan secara umum lebih diterima. Selanjutnya, tradisi orientalis yang sama tidak menilai filsafat iluminasi berbeda secara esensial dengan filsafat Peripatetik dan kemudian menggeneralisasi, biasanya tanpa pengujian cermat atas teks-teks iluminasionis yang tersedia, filsafat iluminasi sebagai pelanjut Ibnu Sina. Akan tetapi, pandangan ini juga tidak valid karena tidak menimbang teks-teks Arab dan Persia pasca-Ibnu Sina dan dianggap tidak memiliki argumen filosofis yang baru dan segar.

Dalam analisis akhir Hossein Ziai disebutkan bahwa filsafat iluminasi konstruksi sistematis dan filosofis khas yang dirancang untuk menghindari inkonsistensi-inkonsistensi logis, epistemologis, dan metafisis yang dirasakan Suhrawardi dalam filsafat Peripatetik pada masa itu. Meskipun, tentu saja, Suhrawardi menyadari pengaruh karya-karya filosofis Ibnu Sina, filsafat iluminasinya tidak mungkin sepenuhnya dinisbahkan kepada Ibnu Sina, dan tidak dapat dianggap semata-mata sebagai pernyataan alegoris dari filsafat Ibnu Sina, tetapi ia pun banyak menggunakan sumber lain. Meskipun ia banyak terpengaruh oleh guru peripatetik As-Syaikh Ar-Ra’is, tujuan filosofis yang mendasari penyusunan karya-karya yang disebut sebagai iluminasionis jelas milik Suhrawardi. Untuk itu, tugas para peneliti masa mendatang untuk menentukan apakah rencana iluminasionis itu didefinisikan dengan baik dan kuat secara filosofis ataukah menimbulkan lebih banyak polemik? Akan tetapi, satu hal yang jelas: kegagalan mengkaji teks-teks iluminasionis aktual, yang mayoritas belum diterbitkan dan hanya dapat diakses oleh sedikit spesialis, telah mengaburkan asal-usul filsafat iluminasi. Untuk itu, diperlukan pengujian dan pemeriksaan secara singkat sejumlah kecil wacana yang relevan sehingga dapat menarik generalisasi historis filsafat iluminasi Suhrawardi.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Suhrawardi Al-Maqtul. Riwayat Hidup
2. Suhrawardi Al-Maqtul. Karya Filsafat
3. Suhrawardi Al-Maqtul. Pemikiran Filsafat
4. Suhrawardi Al-Maqtul. Metodologi Filsafat 
5. Suhrawardi Al-Maqtul. Struktur Filsafat Iluminasi
6. Suhrawardi Al-Maqtul. Epistemologi Iluminasionis
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Suhrawardi Al-Maqtul. Filsafat Iluminasi"